Pages

Jumat, 30 November 2012

AMD Perkenalkan Kartu Grafis Server Paling Kuat

detail berita

CALIFORNIA - Advanced Micro Devices (AMD), produsen hardware terbesar mengumumkan AMD FirePro S10000. Perangkat ini diklaim sebagai kartu grafis server paling kuat dan dirancang untuk menangani beban kerja komputasi performa tinggi serta aplikasi grafis intensif.

AMD FirePro S10000 merupakan kartu kelas profesional pertama yang melebihi satu teraFLOPS (TFLOPS) dengan kinerja presisi ganda. Dengan kemampuan ini, perangkat dapat secara optimal serta efisien dalam menjalankan calculations1 high-performance computing (HPC) .

Kartu grafis khusus server ini juga menjadi kartu high-end pertama yang membawa puncak presisi tunggal 5.91 TFLOPS yang belum pernah ada sebelumnya. Selain itu 1.48 TFLOPS presisi ganda calculations2 floating-point.

Kinerja ini menjamin kecepatan pemrosesan data untuk profesional yang bekerja dengan sejumlah besar informasi. FirePro S10000 juga cocok untuk virtual desktop infrastructure (VDI) serta pengerahan grafis workstation.

"Permintaan untuk menempatkan (kartu grafis ini) pada server oleh mendukung beban kerja komputasi dan grafis, terus tumbuh secara pesat, di mana profesional bekerja dengan data yang lebih besar untuk desain, produk baru serta layanan," ujar Senior Director and General Manager, Professional Graphics AMD, David Cummings, seperti dikutip Webwire, Senin (12/11/2012)

David mengatakan, AMD FirePro S10000 dilengkapi dengan Graphics Core Architecture terbaru. Kartu grafis ini mendukung server untuk memainkan peran ganda dalam menyediakan kinerja maksimal serta komputasi secara bersama.

Kartu grafis anyar ini menawarkan kinerja tinggi dan visualisasi untuk berbagai bidang seperti keuangan, eksplorasi minyak, aeronautika, desain otomotif serta teknik mesin, geofisika, obat serta pertahanan. Dengan dukungan dual GPU, sehingga performa prima serta perhitungan kompleks dengan akurasi tinggi.

Kamis, 29 November 2012

Analis: Software Antivirus Hamburkan Uang Perusahaan



WASHINGTON - Software antivirus kini dinilai tidak efektif mendeteksi ancaman malware. Banyak kalangan enterprise atau perusahaan yang dianggap membuang-buang uang mereka untuk membeli produk keamanan tersebut.

Analisis yang dilakukan perusahaan keamanan Imperva menyimpulkan, perusahaan mengeluarkan uang secara mubazir untuk membeli software antivirus. Sementara perangkat lunak tersebut dinilai tidak efektif untuk membasmi program jahat.

Dilansir Techworld, Selasa (27/11/2012), laporan ini juga mempertanyakan proteksi yang ditawarkan oleh paket antivirus. Proteksi ini juga menjadi tema pokok di antara peneliti baru-baru ini dan sebagai bahan studi Assessing the Effectiveness of Anti-Virus Solutions.

Studi ini diangkat Imperva oleh University of Tel Aviv. Tim meneliti koleksi 82 file malware baru melalui sistem VirusTotal. Sistem ini memeriksa file terhadap sekira 40 produk antivirus yang berbeda.

Laporan juga mengungkap, poor detection (deteksi-sedikit) berarti program gratis menawarkan nilai yang lebih baik. Studi ini juga meneliti perusahaan yang melakukan pemindaian (scan) serupa beberapa kali pada interval satu minggu.

Ini untuk melihat apakah deteksi bisa ditingkatkan dari waktu ke waktu. Selain itu, menemukan apakah performa produk antivirus terbaik mengambil setidaknya tiga minggu untuk menambahkan sampel sebelumnya yang belum terdeteksi ke database mereka.

Menurut Imperva, perusahaan atau organisasi terus membeli perangkat lunak antivirus berlisensi karena "mandat rezim kepatuhan" bahwa mereka harus melakukannya. Studi ini juga mengungkap, perusahaan disarankan untuk membeli produk free (gratis), ketimbang menempatkan uang yang disimpan dalam bentuk keamanan lainnya.

"Agar jelas, kami tidak merekomendasikan menghilangkan antivirus. Kami, bagaimanapun, merekomendasikan rebalancing (menyeimbangkan kembali) dan modernisasi keamanan untuk (mengantisipasi) ancaman saat ini," jelas laporan tersebut.

Berdasarkan Gartner, Imperva memperhitungkan bahwa perangkat lunak antivirus adalah mengonsumsi sekira sepertiga dari total pengeluaran perangkat lunak keamanan. "Kami tidak bisa terus berinvestasi miliaran dollar ke dalam solusi antivirus yang memberikan 'ilusi' keamanan, terutama ketika solusi freeware menggungguli langganan berbayar," tegas Amichai Shulman, Chief Technology Officer Imperva.